Dimensi Religiusitas


Dimensi-dimensi Religiusitas
Untuk mengetahui, mengamati dan menganalisa tentang kondisi religiusitas siswa yang akan diteliti, maka akan diambil lima dimensi keberagamaan Glock & Stark (Ancok dan Suroso, 1995), di antaranya adalah:

a.      Dimensi keyakinan (ideologis). Dimensi ini berisi pengharapan-pengharapan dimana orang yang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut.
b.      Dimensi praktik agama (ritualistik). Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya.
c.      Dimensi pengalaman (experensial). Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, persepsi-persepsi, dan sensasi-sensasi yang dialami seseorang atau diidentifikasikan oleh suatu kelompok keagamaan (atau suatu masyarakat) yang melihat komunikasi, walaupun kecil, dalam suatu esensi ketuhanan, yaitu dengan Tuhan.
d.      Dimensi pengamalan (Konsekuensi). Dimensi ini berkaitan dengan sejauhmana perilaku individu dimotivasi oleh ajaran agamanya di dalam kehidupan sosial.
e.      Dimensi pengetahuan agama (intelektual). Dimensi ini berkaitan dengan sejauhmana individu mengetahui, memahami tentang ajaran-ajaran agamanya, terutama yang ada dalam kitab suci dan sumber lainnya.
Alasan digunakannya kelima dimensi tersebut karena cukup relevan dan mewakili keterlibatan keagamaan pada setiap orang dan bisa diterapkan dalam sistem agama Islam untuk diujicobakan dalam rangka menyoroti lebih jauh kondisi keagamaan siswa muslim. Kelima dimensi ini merupakan satu kesatuan yang saling terkait satu sama lain dalam memahami religiusitas atau keagamaan dan mengandung unsur aqidah (keyakinan), spiritual (praktek keagamaan), ihsan (pengalaman), ilmu (pengetahuan), dan amal (pengamalan).
Dimensi keyakinan (aqidah) dalam Islam menunjukkan kepada tingkat keimanan seorang muslim terhadap kebenaran Islam, terutama mengenai pokok-pokok keimanan dalam Islam yang menyangkut keyakinan terhadap Allah SWT, para malaikat, kitab-kitab, Nabi dan Rosul Allah, hari Kiamat serta Qadla dan Qadar.
Dalam Islam, dimensi praktek agama disebut dengan Syari’ah yang di dalamnya meliputi pengamalan ajaran agama dalam hubungannya dengan Allah secara langsung dan hubungan sesama manusia. Dimensi ini lebih dikenal dengan ibadah sebagaimana yang disebut dalam kegiatan rukun Islam seperti shalat, zakat dan sebagainya serta ritual lainnya yang merupakan ibadah yang dilakukan setiap personal dan mengandung unsur transendental kepada Allah.
Dimensi pengalaman agama berhubungan dengan perasaan-perasaan, persepsi-persepsi dan sensasi-sensasi yang dialami seseorang, atau pengalaman religius  (dalam hal ini agama Islam) sebagai suatu komunikasi dengan Tuhan, dengan realitas paling sejati (ultimate realty) atau dengan otoritas transendental.
Dimensi pengamalan adalah ukuran sejauhmana perilaku seseorang dimotivasi oleh ajaran agamanya di dalam kehidupan. Misalnya menyedekahkan hartanya, membantu orang yang kesulitan, dan sebagainya. Setiap kegiatan ritual mempunyai konsekuensi logis berupa pahala dan dosa bagi yang melakukannya. Dalam kaitannya dengan hal ini, Islam mengenal konsep amar ma’ruf nahi munkar. Amar ma’ruf diaplikasikan berbuat kebaikan pada sesama manusia, saling menghargai dan membantu sesama. Sedangkah nahi munkar diaplikasikan dengan menjauhi kemaksiatan, pergaulan bebas, tawuran, minum minuman keras, penggunaan obat terlarang, membantah orang tua dan seterusnya. Konsep ini mengajarkan keseimbangan antara unsur vertikal (hablum min allah) dan unsur horizontal (hablum min annas) dalam diri setiap siswa.
Dimensi yang terakhir adalah pengetahuan keagamaan (religious knowledge) sebagai dimensi intelektual. Dimensi ini mengacu pada pengetahuan siswa atas dasar-dasar keyakinan, ritual-ritual, kitab suci dan tradisi-tradisi agama Islam.
Pengetahuan atas agama yang dianut adalah dasar dari setiap langkah dan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Siswa dengan pengetahuan agama yang memadai, akan terjauhi dari perbuatan taqlid buta (ikut-ikutan), dan khurafat (takhayul) yang akan menyesatkan dalam kehidupannya (Syahridlo, 2004).

Silahkan Baca Juga Artikel Menarik Lainnya:

0 komentar: