Tehnik dan Cara Mendongeng

Ada hal-hal tekhnis yang harus diperhatikan ketika orang tua mendongengi anaknya. Berikut ini adalah hal-hal tekhnis yang seharusnya diperhatikan oleh para orang tua:

a. Sambil beraktivitas: Momen-momen saat bayi makan, mandi, dipangku, ditimang, dan sebagainya bisa dimanfaatkan untuk mendongang.

b. Gunakan alat bantu: Guanakan alat bantu supaya dongeng menjadi menarik, selain memberi manfaat lebih untuk merangsang indra bayi. Misalnya dot susu yang sudah tidak terpakai diandaikan sebagai topi atau sepatunya sebagai rumah-rumahan. Demikian halnya dengan kapas, popok, botol, sampo, dan sebagainya yang bisa dimanfaatkan sebagai pendukung cerita. Kelebatan benda-benda dengan warna yang berbeda-beda itu akan menarik perhatiannya sekaligus merangsang penglihatannya. Selain itu, biarkan si kecil memegang dan merasakan tekstur alat bantu dongeng tersebut yang amat bermanfaat untuk merangsang indra perabanya.

c. Mainkan intonasi suara: Intonasi suara yang berbeda-beda amat bermanfaat bagi indra pendengaran sang ana. Selain itu intonasi yang berbeda-beda ini akan membuat cerita menjadi lebih menarik. Coba bandingankan antara cerita yang dibacakan orang tua dengan suara datar sambil terkantuk-kantuk dengan cara bertutur yang amat hidup dan variatif. Ada suara tinggi untuk tokoh A, suara rendah untuk tokoh B, suara cempreng untuk tokoh C, dan sebagainya.

d. Tambahkan gerakan: gerakan pantomim sederhana juga bisa disisipkan saat mendongeng. Misalnya ketika bercerita tentang kuda melompat,orang tua dapat mencontohkannya dengan gerakan melompat disertai ekspresi muka yang mendukung. Tidak perlu belajar pantomim secara khusus. Cukup gerakan sedrhana saja asal mendukung cerita. Biarkan anak belajar berimajinasi sesuai dengan usianya. Bila si anak sudah bisa membuat beberapa gerakan, tidak ada salanya memanfaatkan hal tersebut.

e. Libatkan perasaan: Seperti sudah disebutkan sebelumnya bahwa ketulusan orang tua bisa menjadi “transmisi” yang kuat untuk mengirim sinyal pada sang anak. Ikatan batin bisa dibangun dari aktivitas tersebut. begitu juga rasa sayang dan perhatian orang tua dapat terungkap di situ. Banyak orang tua yang sekedar mengikuti teori untuk membacakan cerita pada bayinya meski sedang jengkel atau lelah. Jangan salah, bayi bisa merasakan itu, secara emosional bayi sangat positif terhadap hal-hal seperti itu.

f. Semua hal bisa diceritakan: Ingat, tidak cuma cerita yang sarat dengan pesan moral yang bisa didongengkan pada sang anak. Kejadian sehari-hari yang paling sederhana pun bisa diceritakan. Misalnya saat mengganti popok, meyuapi, mengajaknya jalan-jalan dan sebainya. Untuk usia dini, cerita dengan pesan moral boleh saja sesekali diperdengarkan, tetapi tidak setiap kali bercerita harus ada tokoh antagonis dan protagoninya. Cerita yang didongengkan bisa disiapkan sebelumnya dengan mencontoh buku. Bisa juga spontan karena ada kejadian menarik saat itu. intinya, banyak hal bisa dijadikan cerita untuk si kecil.

g. Batasi waktunya: Rentang perhatian dan konsentrasi bayi masih sangat terbatas. Itulah sebabnya, tidak disarankan untuk membacakan si kecil buku cerita yang tebal sampai selesai. Cukuplah selama 2-5 menit sebagai permulaan. Meskipun waktunya singkat, tetapi kalau frekuensinya sering, lebih terasa manfaatnya.

h. Kesabaran: Satu hal yang juga harus menyertai kegiatan mendongeng adalah kesabaran ekstra. Bagaimana tidak? Karena respons yang ditunjukkan bayi sering tidak terlihat. Berbeda dari anak yang usianya lebih besar, yang responsnya sudah lebih jelas, semisal senang, sebal, tertari dan sebagainya. Jadi, orang tualah yang harus jeli mengamati situasi, apakah bayinya sedang “enak” didongengi atau sebaliknya. Cari kesempatan yang enak bagi orang tua maupun anaknya.

Meski memberi sederet manfaat, ada beberapa hal yang mesti dicermati kala bercerita pada sang anak. Yang pasti, orang tua harus pandai memilah-milah cerita. Jauhkan cerita yang dapat berdampak negatif, seperti cerita tentang menjelek-jelekkan kelemahan orang lain. Yang seperti ini adalah cerita yang tidak benar. Kalau yang diceritakan tidak pas, bisa-bisa malah mengganggu perkembangannya.

Lalu, cerita apa lagi yang sebaiknya tidak didengar anak? Antara lain, keluh kesah orang tua, baik mengenai keharmonisan rumah tangga maupun masalah finansial. Contohnya, ibu yang curhat pada anakanya mengenai sang mertua. Yang seperti ini jelas kurang bijaksana disamping tentu saja sama sekali tidak bermanfaat bagi anak. Selain itu orang tua harus menyadari bahwa di usia dini sang anak begitu cepat menyerap semua informasi. Kalau sampai ada informasi yang keliru, bisa jadi efeknya tidak langsung terlihat saat itu juga, mealinkan setelah si bayi tumbuh lebih besar.


Silahkan Baca Juga Artikel Menarik Lainnya: